LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR TANAH
TENTANG
THEODOLITE

Oleh :
Galih Setiawan
NIM A0B009008
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2009
I. PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Ilmu ukur tanah
merupakan ilmu terapan yang mempelajari dan menganalisis bentuk topografi
permukaan bumi beserta obyek-obyek di atasnya untuk keperluan
pekerjaan-pekerjaan konstruksi. Ilmu Ukur Tanah menjadi dasar bagi beberapa
mata kuliah lainnya seperti rekayasa jalan raya, irigasi, drainase dan
sebagainya. Dalam kegiatan hibah pengajaran ini. Misalnya semua pekerjaan
teknik sipil tidak lepas dari kegiatan pengukuran pekerjaan konstruksi seperti
pembuatan jalan raya, saluran drainase, jembatan, pelabuhan, jalur rel kereta
api dan sebagainya memerlukan data hasil pengukuran agar konstruksi yang
dibagun dapat dipertanggungjawabkan dan terhindar dari kesalahan konstruksi.
Untuk memperoleh
hasil pengukuran yang baik dan berkualitas baik ditinjau dari segi biayanya
yang murah dan tepat waktu juga dari segi kesesuaian dengan spesifikasi teknis
yang dibutuhkan diperlukan metode pengukuran yang tepat serta peralatan ukur
yang tepat pula. Pengukuran-pengukuran menggunakan waterpas, theodolit. Total
station dan sebagainya dapat mengasilkan data dan ukuran yang dapat
dipertanggungjawabkan.
B. TUJUAN
1)
Untuk dapat mengetahui bagaimana
cara mengoprasikan Theodolit.
2)
Untuk dapat mengetahui peralatan
dan prosedur dalam pengukuran menggunakan Theodolit.
3)
Untuk dapat mengetahui cara
menghitung jarak, dan sudut.
C. MANFAAT
1)
Dapat menginformasikan cara
mengoprasikan Theodolit.
2)
Dapat menginformasikan peralatan
dan prosedur dalam pengukuran menggunakan Theodolit
3)
Dapat menginformasikan cara
menghitung jarak, dan sudut.
II. LANDASAN TEORI
Theodolit adalah
salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan
sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki
sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai
pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan
yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat
diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk
dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat
diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut
vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat
ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Survei dengan
menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau
cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau
perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan
kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien
(Farrington 1997) Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit benar
adalah kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl)
di Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth
instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap
vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran.
Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran
sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah
lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran
dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan
untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana,
buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali
dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang menjadi
modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat
survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah
sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang
berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk
pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.
Theodolit juga
bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut
verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit
dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit
sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku
pada perencanaan / pekerjaan pondasi,
theodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu bangunan
bertingkat.

Gambar 1. Theodolit Konvensional ( T0 )
Keterangan
gambar theodolit 0 (T0) :
1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal
di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade
horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo
tabung alhidade horizontal
A. Syarat-syarat theodolit
Syarat – syarat
utama yang harus dipenuhi alat theodolite (pada galon air) sehingga siap
dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1.
Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertical.
2.
Sumbu kedua haarus benar – benar mendatar.
3.
Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.
Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
B. Tata Cara Pengukuran Detil Tachymetri
Menggunakan
Theodolit Berkompas
Pengukuran detil
cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur (Theodolite) titik ikat dan
penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai
dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur,
pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring
m. Tempatkan alat ukur theodolite di atas titik kerangka dasar atau titik
kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat
tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan
rambu dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga
bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian
kencangkan kunci gerakan mendatar teropong. Kendorkan kunci jarum magnet
sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan
catat azimuth magnetis dari tempat alat ke titik bidik. Kencangkan kunci
gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan benag tengah, atas dan bawah serta
catat dalam buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu
di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah
merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil
yang dibidik.
Kesalahan pengukuran cara tachymetri
dengan theodolite berkompas
Kesalahan alat, misalnya:
1.
Jarum kompas tidak benar-benar
lurus.
2.
Jarum kompas tidak dapat bergerak
bebas pada prosnya.
3.
Garis bidik tidak tegak lurus
sumbu mendatar (salah kolimasi).
4.
Garis skala 0° – 180° atau 180° –
0° tidak sejajar garis bidik.
5.
Letak teropong eksentris.
6.
Poros penyangga magnet tidak
sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
Kesalahan pengukur, misalnya:
a. Pengaturan alat tidak sempurna (
temporary adjustment ).
b. Salah taksir dalam pemacaan
c. Salah catat, dll. nya.
Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal.
C. MACAM / JENIS THEODOLIT
Macam Theodolit berdasarkan
konstruksinya, dikenal dua macam yaitu:
1. Theodolit Reiterasi ( Theodolit
sumbu tunggal )
Dalam theodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan kiap,
sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolit yang di maksud
adalah theodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem)
2. Theodolite Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa lingkaran
mendatarnya dapat diatur dan dapt mengelilingi sumbu tegak.
Akibatnya dari konstuksi ini, maka bacaan
lingkaran skala mendatar 0º, dapat ditentukan kearah bdikan / target myang dikehendaki.
Theodolit yang termasuk ke dakm jenis ini adalah theodolit type TM 6 dan TL
60-DP (Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss)
Rambu

Gambar 2. Rambu
Bentuk rambu mirip dengan mistar kayu yang besar, dilengkapi dengan skala
pembacaan tiap satu sentimeter dan skala besarnya merupakan huruf E. Panjang
rambu adalah tiga meter. Bahan rambu ada yang dari kayu maupun alumunium. Rambu
berguna untuk membantu theodolit dalam
menentukan jarak secara optis. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam memegang
rambu harus tegak lurus terhadap titik yang ditinjau.
Patok Kayu

Gambar 3. Patok Kayu
Patok kayu dibuat dari reng ¾ atau bujur
sangkar dan panjangnya ± 90 centimeter
yang salah satu ujungnya diruncingkan dan di ujung lainnya di beri paku payung
agar pembacaan nonius lebih akurat.
Pengukuran Poligon
Cara membuat suatu
polygon adalah cara pertama untuk menentukan tempat lebih dari satu titik. Penentuan titik dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
a.
Penentuan ralatif dengan
menempatkan beberapa titik yang terletak di atas satu garis lurus, maka empat
titik-titik itu dapat dinyatakan dengan dengan jejak dari suatu titik yang
terletak di atas garis lurus itu pula.
Titik-titik yang diambil sebagai dasar untuk menghitung jarak-jarak
dinamakan titik nol. Karena titik-titik dapatterletak di sebelah kiri dan kanan
titik nol (O)> maka kepada titik yang terletak di sebelah kanan titik nol
(o) diberi jarak dengan titik positif (+)dan titik yang terletak di sebelah
kiri titik nol diberi jarak dengan tanda negative (-). Buat skala dengan bagian yang sama (ke kiri
dan ke kanan) dengan satuan jarak 1 m, 10 m, atau 100 m, tergantung pada
jarak-jarak harus dinyatakan.

(B) 0 A
αAB = xa –
xb
= (+20) – (-40)
= +60
Cara menentukan tempat titik-titik dengan menggunakan suatu titik nol
pada garis harus digunakan pada pengukuran daerah-daerah yang kecil.
b.
Penentuan dengan koordinat
kartesian (salib sumbu)
Hal ini digunakan apabila
cara di atas titik tidak dapat dilakukan,
karena titik-titik tidak terdapat di suatu garis lurus. Sebagian besar penentuan tempat titik-titik
ialah dua garis lurus yang saling tegak lurus (salib sumbu).
n =
bilangan bulat (belum tentu sama dengan banyaknya titik), harganya harus
dicari dengan memisahkan fβ = 0 dan
harga n diambil bilangan bulat yang paling dekat dengan n yang
menghasilkan. Perumusan untuk polygon
tertutup, rumus perataannya adalah :
∑β = (n – 2) 1800 + fβ
∑d sin α = (xa – xb) + fx
∑d cos α = (ya – yb) + fx
III. PERALATAN DAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Peralatan yang Digunakan
Dalam
praktikum Ilmu Ukur Tanah ini peralatan yang digunakan antara lain, theodolit konvensional, waterpass,
rambu, alat tulis, dan formulir.
Pemeriksaan Alat Ukur
Sebelum dilaksanakannya
praktikum,terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap alat. Hal ini dilakukan untuk menghindari akan
digunakannya alat yang ternyata rusak dan akan mengakibatkan kesalahan akan
data yang didapatkan.
Pengukuran Kerangka Dasar
Horizontal
1. Menyiapkan
peralatan yang digunakan, check seluruh peralatan. Hal ini perlu karena siapa tahu ada salah
satu alat yang rusak.
2. Mengambil
statif dan tinggikan secukupnya.
Usahakan letaknya mendatar atau rata.
3. Pasang
alat ukur Theodolite dan kecangkan, hal ini dilakukan agar titik as alat tepat
berada diatas titik pada patok.
4. Stabilkan
alat dengan cara meyetel Nivo. Apabila
tidak tepat berada diatas titik paku, geser alat sedikit kearah titik patok,
alat kembali distabilkan karena akibat pergeseran ini akan terjadi perpindahan
Nivo.
5. Arahkan
teropong ke rambu ukur belakang. Baca
angka yang tertera di rambu ukur dengan menggunakan benang silang (ba,bb,bt).
Untuk mencari jarak
(d) = (ba - bb) x 100
Untuk mencari benang
tengah = (ba + bb) / 2
6. Baca
sudutnya. Catat pada buku ukur.
7. Kemudian
alat diarahkan ke titik berikutnya (rambu muka). Kemudian lakukan metode 5 dan 6 seperti
diatas.
8. Untuk
mencari besaran sudutnya dengan cara diselisihkan antara bacaan sudut kedua
titik tersebut.
9. Begitu
juga untuk titik detail yang lain.
10. Apabila
pekerjaan di titik selesai, pindahkan alat ukur tersebut ke titik lainnya. Lakukan pekerjan / metode diatas sampai titik
terakhir.
Pengukuran Situasi Detail
dengan Metode Tachimetri
1. Theodolite
dipasang pada Sta. A. Kemudian dicatat
tinggi alat diatas Station.
2. Teropong
diatur sehingga terbaca sudut miringnya dan garis bidik jatuh pada titik C di
rambu yang terletak di station B. Catat
bacaannya.
3. Kendurkan
scrup pengunci lingkaran tegak dan bidik titik kedua D pada rambu. Catat bacaan rambu dan sudut tegaknya.
4. Hitung
perbedaan antara bacaan kedua titik pada rambu.
Harga ini dinamakan “selisih benang” dan biasa notasinya huruf S.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan
1. -Muka
Luar biasa → 351°-180°=171°
171°26'30"
Biasa → 171°26'30''
-Belakang
Luar biasa → 155°+180°=335°
335°41'20"
Biasa → 329°10'40"
Muka = biasa+LB = 171° 26'
30" + 171° 26' 20"
2 2
=171° 26' 25"
Belakang = 329° 10'
40" + 335° 41' 20"
2
= 332° 25,5' 30"
< Depan belakang = belakang - muka
=
332° 25,5' 30" - 171° 26' 25"
=
331° 85,5' 30" - 171° 26' 25"
=
160° 59,5' 5"
=
160,99
2
-Muka
Luar biasa → 196°-180°=16°
16° 36' 40"
Biasa → 16° 38' 30''
-Belakang
Luar biasa → 321°-180°=141°
141° 9' 20"
Biasa → 141° 10' 30"
Muka =biasa + LB = 16° 38' 30" + 16° 36' 40"
2 2
= 16° 37' 35"
Belakang= 141° 10' 30" + 141° 9'
20" = 282° 19' 50"
2
2
= 141° 9,5' 25"
< Depan belakang = belakang - muka
=
141° 9,5' 25" - 16° 37' 35"
=
140° 69,5' 25" - 16° 37' 35"
=
124° 31,5' 50"
=
124,54
3.
-Muka
Luar biasa → 334°-180°=154°
154° 28' 35"
Biasa → 54° 28' 00''
-Belakang
Luar biasa → 97°+180°=277°
277° 47' 00"
Biasa → 280° 52' 10"
Muka = B
+ LB = 154° 28' 00" + 154° 28' 35"
2 2
=104° 26'
17,5"
Belakang = 280° 52' 10" + 277° 47' 00" = 557°
99' 10"
2 2
= 278,5° 49,5' 5"
< Depan belakang = belakang - muka
=
278,5° 49,5' 5" -
104° 26' 17,5"
=
278,5° 48,5' 65" - 171° 26' 25"
=
174,5° 22,5' 47,5"
=
174,89
4.
-Muka
Luar biasa → 196°-180°=16°
16° 14' 00"
Biasa → 16° 17' 30''
-Belakang
Luar biasa → 24°+180°=204°
204° 7' 20"
Biasa → 203° 58' 40"
Muka
= biasa + LB = 16° 17' 30'' + 16° 14' 00"
2 2
=
16° 15,5' 15"
Belakang = biasa + LB = 203°58'40" + 204°7'20"
2 2
= 203,5° 32,5' 30"
< Depan belakang = belakang - muka
=
203° 32,5' 30" - 16° 15,5' 15"
=
187° 17' 15"
=
187,79
5.
-Muka
Luar biasa → 194°-180°=14°
14° 11' 10"
Biasa → 14° 13' 5''
-Belakang
Luar biasa → 304°-180°=124°
124° 30' 20"
Biasa →
124° 33' 20"
Muka = B + LB = 14° 13' 5'' + 14° 11' 10"
2 2
=
14° 12' 7,5"
Belakang
= B + LB = 124° 33' 20" + 124° 30' 20"
2 2
= 124° 31,5' 20"
< Depan belakang = belakang - muka
=
124° 31,5' 20" - 14° 12' 17,5"
=
110° 19,5' 12,5"
=
110,33
6.
-Muka
Luar biasa → 36°+180°=216°
216° 32' 00"
Biasa →
216° 26' 00''
-Belakang
Luar biasa → 130°+180°=310°
310° 00' 00"
Biasa →
310° 2' 30"
Muka
= B + LB = 216° 26' 00'' + 216° 32' 00"
2 2
=
216° 29' 00"
Belakang
= B + LB = 310° 2' 30" + 310° 00' 00"
2 2
=
310° 1' 15"
< Depan belakang = belakang - muka
=
310° 1' 15" -
216° 29' 00"
=
309° 61' 15" -
216° 29' 00"
=
93° 32' 15"
=
93,54
7.
-Muka
Luar biasa → 269°-180°=89°
89° 19' 40"
Biasa →
89° 13' 20''
-Belakang
Luar biasa → 187°-180°=7°
7° 7' 50"
Biasa →
7° 3' 50"
Muka
= B + LB = 89° 13' 20'' + 89° 19' 40"
2 2
=
89° 16' 30"
Belakang
= B + LB = 7° 3' 50" + 7° 7' 50"
2 2
= 7° 5' 50"
< Depan belakang = belakang - muka
=
° 25,5' 30" - 171° 26' 25"
=
331° 85,5' 30" - 171° 26' 25"
=
160° 59,5' 5"
=
160,99
8.
-Muka
Luar biasa → 62°+180°=242°
242° 22' 40"
Biasa → 242° 20' 30''
-Belakang
Luar biasa → 147°+180°=327°
327° 36' 40"
Biasa →
327° 27' 30"
Muka
= B + LB= 242° 20' 30'' + 242° 22' 40"
2 2
=
242° 21' 35"
Belakang
= B + LB = 327° 27' 30" + 327° 36' 40"
2 2
= 327° 31,5' 35"
< Depan belakang = belakang - muka
=
327° 31,5' 35" - 242° 21' 35"
=
85° 10,5' 00"
=
85,18
9.
-Muka
Luar biasa → 306°-180°=126°
126° 51' 20"
Biasa → 126° 49' 00''
-Belakang
Luar biasa → 124°+180°=304°
304° 13' 20"
Biasa → 304° 14' 00"
Muka
= B + LB = 126° 49' 00'' + 126° 51' 20"
2 2
=
126° 50' 10"
Belakang
= B + LB = 304° 14' 00" + 304° 13' 20"
2 2
= 304° 13,5' 10"
< Depan belakang = belakang - muka
=
304° 13,5' 10" - 126° 50' 10"
=
303° 73,5' 10" - 126° 50' 10"
=
177° 23,5' 00"
=
177,39
10.
-Muka
Luar biasa → 121°+180°=301°
301° 19' 30"
Biasa →
301° 21' 30''
-Belakang
Luar biasa → 215°-180°=35°
35° 44' 30"
Biasa → 35° 45' 00"
Muka
= B + LB = 301° 21' 30'' + 301° 19' 30"
2 2
=
301° 20' 30"
Belakang
= B + LB = 35° 45' 00" + 35° 44' 30"
2 2
= 35° 44,5' 15"
< Depan belakang = belakang - muka
=
332° 25,5' 30" - 171° 26' 25"
=
331° 85,5' 30" - 171° 26' 25"
=
160° 59,5' 5"
= 160,99
11.
-Muka
Luar biasa → 57°+180°=237°
237° 53' 20"
Biasa →
237° 51' 20''
-Belakang
Luar biasa → 237°-180°=57°
57° 37' 40"
Biasa →
57° 31' 30"
Muka
= B + LB = 237° 51' 20'' + 237° 53' 20"
2 2
=
237° 52' 20"
Belakang
= B + LB = 57° 31' 30" + 57° 37' 40"
2 2
= 57° 34' 35"
< Depan belakang = belakang - muka
= 332° 25,5' 30" - 171° 26' 25"
=
331° 85,5' 30" - 171° 26' 25"
=
160° 59,5' 5"
=
160,99
Dari data yang kami peroleh secara langsung di lapangan, dari sebelas
titik yang harus kami hitung ada sedikitnya tiga titik yangtidak dapat kami
hitung, mungkin di karenakan kesalahan pada saat sentringpoint, ataupun salah
dalam pembacaan surveiyor dan pendengaran penulis.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari praktikum Ilmu Ukur Tanah yang telah dilaksanakan,
dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1. Pengukuran
yang digunakan adalah pengukuran poligon tertutup, dimana titik awal dan titik
akhirnya terletak pada titik yang sama.
2. Dari
data praktikum poligon dapat diambil beberapa hal, yaitu : sudut, jarak dan
azimut dai suatu daerah.
3. Dari
azimut yang didapatkan dapat diketahui koordinat titik – titik poligon yang
akan diplotkan ke kertas gambar.
4. Kesalahan
perhitungan poligon dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu : faktor manusia,
faktor alat dan faktor alam.
Saran
1. Mengupayakan ketelitian
dalam pembacaan alat, pengutaraan dan kalibrasi.
2. Mengusahakan
pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca yang cerah.
3. Pemilihan
lokasi patok dengan tanah yang mendukung.
DAFTAR
PUSTAKA
Frick,
heinz. 1979. Ilmu
Ukur Tanah. Kanisius. Jakarta.
Sosrodarsono. Suyono.
1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Wongsotjitro,
Soetomo. 1964. Ilmu
ukur tanah. Kanisius. Jakarta
izin copy ya bang.. beberapa bagiannya..
BalasHapus